Disusun Oleh:
1. Faza Akmala M. 1407010072
2. Febby Widya Ningsih 1407010092
3.
Juliana
Bintang Timur 1407010097
4.
Dyan
Afifah Ratri 1407010105
5.
Khaerunissa
Imanurillah 1407010106
6.
Ummu
Maflihah 1407010119
7.
Devia
Putri Saleha 1407010280
8.
Rizky
Djati Oktaviani 1407010129
9.
Eraviana
Vega Hapsari 1407010130
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada awal abad 19 teori belajar yang berkembang
pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori
belajar tingkah laku (behaviourisme) yang pada mulanya dikembangkan oleh
psikolog rusia ivan pavlov dengan teori yang dikenal dengan istilah
pengkondisian klasik (clacical conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah
laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikolog yang lain seperti Thorndike,
BF Skinner, dan Gestalt.
Teori belajar behaviour berorentasi pada hal-hal
yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan akan menjadi kebiasaan. Hasil yang diinginkan dari
penerapat teori behaviourisme ini adalahg mendapat perilaku yang diinginkan.
Dimana perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang
tidak diinginkan mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penelitian
berdasarkan perilaku yang tampak.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Istilah-istilah seperti cues (pengisyaratan), purposive
behaviour (tingkah laku purposive), dan drive stimuli (stimulus dorongan)
dikemukakan untuk menunjukan daya suatu stimulus untuk memunculkan atau memicu
suatu respon tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses
eksperimen
Adapun percobaan Skinner untuk mendemonstrasikan
pengkodisian operan adalah sebagai berikut: Seekor tikus yang lapar diletakan
dalam sebuah kotak yang disebut “kotak Skinner”. Di dalam kotak Skinner
tersebut tidak terdapat apa-apa kecuali sebuah jeruji yang menonjol di mana
terdapat piring makanan di bawahnya. Sebuah lampu kecil di atas jeruji dapat
dinyalakan menurut kehendak perlaku eksperimen. Tikus yang dibiarkan sendiri
dalam kotak, berjalan kesana kemari menjelajahi keadaan sekitar. Kadang-kadang
tikus melihat jeruji tersebut dan menekannya. Lalu penekanan tikus pertama
terhadap jeruji merupakan peringkat dasar dasar penekanan jeruji. Setelah
menentukan peringkat dasar, pelaku eksperimen menggerakkan bubuk makanan yang
diletakkan di luar kotak Skinner. Setiap kali tikus menekan jeruji, butir-butir
halus makanan terluncut jatuh ke piring makanan. Tikus memakannya dan segera
menekan jeruji lagi. Makanan menguatkan (reinforce) penekann jeruji dan laju
penekanan meningkat secara drastic. Bila tempat makanan tidak dihubungkan
dengan jeruji sehingga penekanan jeruji tidak lagi mengeluarkn makanan, laju
penekanan jeruji akan berkurang. Berarti respon operan mengalami pemadaman
(extinction) tanpa adanya penguatan.
Pelaku eksperimen dapat menetapkan diskriminasi
dengan menyediakan makanan jika jeruji ditekan dan lampu menyala, tetapi tidak
ada makanan bila lampu mati. Penguatan selektif ini mengkondisikan tikus untuk
menekan jeruji hanya pada saat lampu menyala. Dalam hal ini, lampu berfungsi
sebagai stimulus diskriminatif (discriminative stimulus) yang mengendalikan
respon. Dengan demikian, pengkondisian operan meningkatkan kemungkinan adanya
respon dengan menertakan penguat (reinforce) setelah kejadiannya dan bisa
bersaku sebaliknya (extinction).
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan
B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
o
Law
of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
o
Law
of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant
telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
B. Teori
B.F Skinner
Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada
tingkah laku dan konsekuensi-konsekuensinya (Syaiful Sagala: 16). Perubahan
perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses penguatan
perilaku baru yang muncul yakni operant conditioning (kondisioning
operan). ( Baharudin dan Nur Wahyuni, 2008: 67-68). Operant conditioning atau
pengkondisian suatu operant yang dapat mengakibatkan prilaku tersebut terulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (Sugihartono: 97).
Operant adalah perilaku yang diperkuat jika
akibatnya menyenangkan. Operant merupakan tingkah laku yang ditimbulkan oleh
organisme itu sendiri. Operant belum tentu didahului oleh stimulus dari luar. Operant
conditioning telah terbentuk bila dalam frekuensi tingkah laku operant yang
bertambah atau bila timbul tingkah laku operant yang tidak tampak sebelumnya.
Frekuensi terjadinya tingkah laku operant ditentukan oleh akibat dari tingkah
laku itu sendiri (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2008: 132).
Dasar operant conditioning dalam pengajaran
adalah untuk memastikan respon terhadap stimuli. Guru berperan penting di
kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar siswa, pertama-tama yang
harus dilakukan adalah menentukan logika yang penting agar menyampaikan materi
pelajaran dengan langkah-langkah yang pendekatan kemudian mencoba untuk
memberikan reinforcement segera setelah siswa memberikan respon (Ibid:
135).
Asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning
operan (Margaret E. Bell Gredler, halaman 122). Asumsi-asumsi itu diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Belajar
itu adalah tingkah laku.
2. Perubahan
tingkah laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan
dalam kejadian dilingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3. Hubungan
yang berhukum antara tingkah laku dan lingkungan hanya dapat ditentukan kalau
sifat-sifat tingkah laku dan kondisi
eksperimennya didevinisikan menurut fisiknya dan diobservasi dibawah
kondisi-kondisi yang dikontrol secara seksama.
4. Data
dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-satunya sumber informasi
yang dapat diterima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Skinner memandang reward (hadiah) atau reinforcement
(penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Kita
cenderung untuk belajar suatu respons jika diikuti oleh reinforcement (penguat).
Skinner lebih memilih istilah reinforcement dari pada reward, ini
dikarenakan reward diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif yang
dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement adalah istilah
yang netral. Penemuan Skinner memusatkan hubungan tingkah laku dengan konsekuen
(Sri Esti Wuryani Djiwandono: 131). Contoh, jika tingkah laku individu segara
diikuti oleh konsekuensi menyenangkan, maka individu tersebut akan menggunakan
tingkah laku itu lagi sesering mungkin. Untuk penguat itu sendiri sering kali
berbentuk penghargaan non-fisik, seperti; pujian dsb (Kelvin Seifert: 34).
Penguatan (reinforcement) itu sendiri dibagi menjadi dua, penguatan
positif dan penguatan negatif. Penguat positif adalah rangsangan yang
memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Sedangkan penguatan negatif ialah
penguatan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindakan balas
tertentu yang tidak memuaskan (Agus Suprijono, 2011: 21).
C. Aplikasi
Teori Skinner terhadap
Pembelajaran
Beberapa
aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
§ Bahan
yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
§ Hasil
berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan
jika benar diperkuat.
§ Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
§ Materi
pelajaran digunakan sistem modul.
§ Tes
lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
§ Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
§ Dalam
proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
§ Dalam
pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar
tidak menghukum.
§ Tingkah
laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
§ Hadiah
diberikan kadang-kadang (jika perlu)
§ Tingkah
laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai
tujuan.
§ Dalam
pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
§ Mementingkan
kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada
tingkah laku dan konsekuensi-konsekuensinya (Syaiful Sagala: 16). Operant conditioning adalah sebentuk
pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulang. Unsur yang terpenting
dalam belajar menurut BF Skinner adalah adanya penguatan (reinforcement) dan
hukuman (punishemen). Eksprimen BF Skinner menggunakan tikus dan burung merpati
menghasilkan hukum Law of operant
conditining dan Law of operant
extinction.
DAFTAR
PUSTAKA
Asrori,
Muhammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. CV. Wacana prima : Bandung
Atkinson,
Rita l. 1987. Pengantar Psikologi Edisi Ke Sebelas. Interaksara : Batam
Bell,
Margareth E. 1991. Belajar dan Membelajarkan. CV Rajawali : Jakarta
Boerre,
George. 2009. Personaliti Theoris. Prisma Sophie : Yogyakarta
Dalyono,
M. 1997. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta
Damayanti,
Nefi, Psikologi Belajar.
Hardy, Malcolm.dkk. 1988. Pengantar Psikologi Edisi
Ke Dua. PT. Gelora Aksara : Semarang
Hergenhahn.
2008. Theories Of Learning. Prenada Media Group.
Http//www.
Feureau.com
Mahmud,
Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan BPFE : Yogyakarta
Sobur,
Alex. 2003. Psikologi Umun Dalam Lintasan Sejarah. Pustaka Setia : Bandung
Soemanto,
Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta
Suryabrata,
Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Rajawali : Jakarta
Syah,
Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar