BAB I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Hal ini karena melibatkan seluruh mental, seperti ranah kognitif, afektif, dam psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar tersebut dapat diamati secara langsung, artinya proses belajar yang merupakan proses internal siswa yang dapat diamati dan dipahami oleh guru. Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga domain yaitu Kognitif (kecerdasan berfikir), Afektif (sikap, perasaan, emosi) dan Psikomotorik (skill atau ketrampilan). Diharapkan siswa memiliki keseimbangan antara ketiga domain tersebut. Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman, bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir.
Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri invidu yang sedang belajar. Menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behaviotistik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan tingkah laku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
KARAKTERISTIK TEORI KOGNITIF
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
TEORI BELAJAR YANG MASUK KATEGORI TEORI KOGNITIF
JEAN PIAGET “COGNITIVE DEVELOPMENTAL” (1896 – 1980)
Kognitive development (J. Piaget) adalah proses belajar terjadi menurut tahap-tahap perkembangan sesuai umur. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget sebagai berikut:
Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Berlangsung pada usia 0 – 2 tahun. Perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang pesat dalam kemampuan bayi mengorganisasikan & mengkoordinasikansensasi melalui gerakan2 dan tindakan2 fisik.
Ciri-ciri sensorimotor:
Didasarkan tindakan praktis.
Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
Mengenai periode sensorimotor:
Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pada banyak faktor: lingkungan sosial dan kematangan fisik.
Urutan periode tetap.
Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.
Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Dicirikan dengan adanya fungsi semiotik (simbol) ( 2-4 tahun.
Berkembangnya pemikiran intuitif ( 4-7 tahun.
Fungsi semiotik pada beberapa gejala:
Imitasi tak langsung ( membuat imitasi yang secara tidak langsung dari bendanya sendiri. Contoh: anak bermain kue-kuean sendiri, pasar-pasaran.
Permainan simbolis. Contoh: mobil-mobilan dengan balok-balok kecil.
Permainan simbolis dapat merupakan ungkapan diri anak.
Menggambar. Anak dapat menggambar realistis tetapi tidak proporsional. Contoh: gambar rumah dan pepohonan tegak lurus di lereng pegunungan.
Mengetahui bentuk-bentuk dasar geometris: bulat, bundar, persegi.
Bahasa ucapan. Anak mulai menggunakan suara sebagai representasi benda atau kejadian.
Perkembangan bahasa sangat memperlancar perkembangan konseptualanak dan juga perkembangan kognitif anak.
Menurut Piaget: perkemb bahasa merupakan transisi dari sifat egosentris ke interkomunikasi sosial.
Tahap operasi konkret (7-11 tahun)
Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Logika tentang sifat kekekalan, berpikir seriasi, klasifikasi, kesimpulan probalistis, tidak lagi egosentris, masih terbatas pada hal-hal konkret, belum dpt memecahkan persoalan yang abstrak. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
Tahap operasi formal (usia 11-15 tahun)
Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
TEORI BRUNER DISCOVERY LEARNING
Terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran. Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Bruner setuju denganpendapat Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak melalui peringkat-peringkat tertentu. Bruner lebih menegaskan tentang belajar secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui anak itu menjadi sesuatu hal yang baru. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Karakteristik Teori Bruner
Belajar penemuan (discovery learning) : pencarian pengetahuan secara aktif oleh anak sehingga memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Anak dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Tahap Belajar
Tahap enaktif, yaitu pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.
Tahap Ikonik, yaitu pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
Tahap simbolik, yaitu pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol baik simbol-simbol verbal Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan. BAB I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Hal ini karena melibatkan seluruh mental, seperti ranah kognitif, afektif, dam psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar tersebut dapat diamati secara langsung, artinya proses belajar yang merupakan proses internal siswa yang dapat diamati dan dipahami oleh guru. Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga domain yaitu Kognitif (kecerdasan berfikir), Afektif (sikap, perasaan, emosi) dan Psikomotorik (skill atau ketrampilan). Diharapkan siswa memiliki keseimbangan antara ketiga domain tersebut. Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman, bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir.
Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri invidu yang sedang belajar. Menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behaviotistik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan tingkah laku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
KARAKTERISTIK TEORI KOGNITIF
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
TEORI BELAJAR YANG MASUK KATEGORI TEORI KOGNITIF
JEAN PIAGET “COGNITIVE DEVELOPMENTAL” (1896 – 1980)
Kognitive development (J. Piaget) adalah proses belajar terjadi menurut tahap-tahap perkembangan sesuai umur. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget sebagai berikut:
Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Berlangsung pada usia 0 – 2 tahun. Perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang pesat dalam kemampuan bayi mengorganisasikan & mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan2 dan tindakan2 fisik.
Ciri-ciri sensorimotor:
Didasarkan tindakan praktis.
Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
Mengenai periode sensorimotor:
Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pada banyak faktor: lingkungan sosial dan kematangan fisik.
Urutan periode tetap.
Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.
Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Dicirikan dengan adanya fungsi semiotik (simbol) ( 2-4 tahun.
Berkembangnya pemikiran intuitif ( 4-7 tahun.
Fungsi semiotik pada beberapa gejala:
Imitasi tak langsung ( membuat imitasi yang secara tidak langsung dari bendanya sendiri. Contoh: anak bermain kue-kuean sendiri, pasar-pasaran.
Permainan simbolis. Contoh: mobil-mobilan dengan balok-balok kecil.
Permainan simbolis dapat merupakan ungkapan diri anak.
Menggambar. Anak dapat menggambar realistis tetapi tidak proporsional. Contoh: gambar rumah dan pepohonan tegak lurus di lereng pegunungan.
Mengetahui bentuk-bentuk dasar geometris: bulat, bundar, persegi.
Bahasa ucapan. Anak mulai menggunakan suara sebagai representasi benda atau kejadian.
Perkembangan bahasa sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan juga perkembangan kognitif anak.
Menurut Piaget: perkemb bahasa merupakan transisi dari sifat egosentris ke interkomunikasi sosial.
Tahap operasi konkret (7-11 tahun)
Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Logika tentang sifat kekekalan, berpikir seriasi, klasifikasi, kesimpulan probalistis, tidak lagi egosentris, masih terbatas pada hal-hal konkret, belum dpt memecahkan persoalan yang abstrak. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
Tahap operasi formal (usia 11-15 tahun)
Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
TEORI BRUNER DISCOVERY LEARNING
Terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran. Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Bruner setuju dengan pendapat Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak melalui peringkat-peringkat tertentu. Bruner lebih menegaskan tentang belajar secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui anak itu menjadi sesuatu hal yang baru. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Karakteristik Teori Bruner
Belajar penemuan (discovery learning) : pencarian pengetahuan secara aktif oleh anak sehingga memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Anak dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Tahap Belajar
Tahap enaktif, yaitu pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.
Tahap Ikonik, yaitu pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
Tahap simbolik, yaitu pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol baik simbol-simbol verbal Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
TEORI BELAJAR BERMAKNA DARI AUSUBEL
Proses Belajar terjadi bila anak mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :
Belajar bermakna (meaningful learning).
Belajar menghafal (rote learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berartibaginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Proses Belajar terjadi bila siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Proses Belajar terjadi melalui tahap-tahap:
Memperhatikan stimulus yang diberikan.
Memahami makna stimulus.
Menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.BAB I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Hal ini karena melibatkan seluruh mental, seperti ranah kognitif, afektif, dam psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar tersebut dapat diamati secara langsung, artinya proses belajar yang merupakan proses internal siswa yang dapat diamati dan dipahami oleh guru. Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga domain yaitu Kognitif (kecerdasan berfikir), Afektif (sikap, perasaan, emosi) dan Psikomotorik (skill atau ketrampilan). Diharapkan siswa memiliki keseimbangan antara ketiga domain tersebut. Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman, bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir.
Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri invidu yang sedang belajar. Menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behaviotistik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan tingkah laku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
KARAKTERISTIK TEORI KOGNITIF
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
TEORI BELAJAR YANG MASUK KATEGORI TEORI KOGNITIF
JEAN PIAGET “COGNITIVE DEVELOPMENTAL” (1896 – 1980)
Kognitive development (J. Piaget) adalah proses belajar terjadi menurut tahap-tahap perkembangan sesuai umur. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget sebagai berikut:
Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Berlangsung pada usia 0 – 2 tahun. Perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang pesat dalam kemampuan bayi mengorganisasikan & mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan2 dan tindakan2 fisik.
Ciri-ciri sensorimotor:
Didasarkan tindakan praktis.
Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
Mengenai periode sensorimotor:
Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pada banyak faktor: lingkungan sosial dan kematangan fisik.
Urutan periode tetap.
Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.
Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Dicirikan dengan adanya fungsi semiotik (simbol) ( 2-4 tahun.
Berkembangnya pemikiran intuitif ( 4-7 tahun.
Fungsi semiotik pada beberapa gejala:
Imitasi tak langsung ( membuat imitasi yang secara tidak langsung dari bendanya sendiri. Contoh: anak bermain kue-kuean sendiri, pasar-pasaran.
Permainan simbolis. Contoh: mobil-mobilan dengan balok-balok kecil.
Permainan simbolis dapat merupakan ungkapan diri anak.
Menggambar. Anak dapat menggambar realistis tetapi tidak proporsional. Contoh: gambar rumah dan pepohonan tegak lurus di lereng pegunungan.
Mengetahui bentuk-bentuk dasar geometris: bulat, bundar, persegi.
Bahasa ucapan. Anak mulai menggunakan suara sebagai representasi benda atau kejadian.
Perkembangan bahasa sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan juga perkembangan kognitif anak.
Menurut Piaget: perkemb bahasa merupakan transisi dari sifat egosentris ke interkomunikasi sosial.
Tahap operasi konkret (7-11 tahun)
Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Logika tentang sifat kekekalan, berpikir seriasi, klasifikasi, kesimpulan probalistis, tidak lagi egosentris, masih terbatas pada hal-hal konkret, belum dpt memecahkan persoalan yang abstrak. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
Tahap operasi formal (usia 11-15 tahun)
Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
TEORI BRUNER DISCOVERY LEARNING
Terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran. Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Bruner setuju dengan pendapat Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak melalui peringkat-peringkat tertentu. Bruner lebih menegaskan tentang belajar secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui anak itu menjadi sesuatu hal yang baru. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Karakteristik Teori Bruner
Belajar penemuan (discovery learning) : pencarian pengetahuan secara aktif oleh anak sehingga memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Anak dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Tahap Belajar
Tahap enaktif, yaitu pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.
Tahap Ikonik, yaitu pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
Tahap simbolik, yaitu pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol baik simbol-simbol verbal Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
TEORI BELAJAR BERMAKNA DARI AUSUBEL
Proses Belajar terjadi bila anak mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :
Belajar bermakna (meaningful learning).
Belajar menghafal (rote learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Proses Belajar terjadi bila siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Proses Belajar terjadi melalui tahap-tahap:
Memperhatikan stimulus yang diberikan.
Memahami makna stimulus.
Menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Jenis Belajar
Belajar Hafalan (Rote Learning) yaitu siswa mengingat sesuatu tanpa mengaitkan dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya.
Belajar Bermakna (Meaningful Learning) merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep – konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.
Tipe Belajar
Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu.
Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai selesai kemudian dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai selesai, kemudian dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
Kelebihan Belajar Bermakna
Dalam teori belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel juga terdapat beberapa kelebihan yang mendukung teorinya antara lain:
Informasi yang dipelajari lebih lama diingat.
Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses belajar berikutnya.
IMPLIKASI TEORI KOGNITIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut: No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
Asimilasi
Akomodasi
Equilibrasi
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
Enaktif (aktivitas)
Ekonik (visual verbal)
Simbolik
Teori bermakna Ausubel, proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
Memperhatikan stimulus yang diberikan.
Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
APLIKASI TEORI BELAJAR KOGNITIF
Adapun aplikasi atau penerapaan teori belajar kognitif dalam kegiatandilakukan sehari-hari di sekolah maupun tempat pembelajaran lainnya, antara lain:
Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak.
Anak hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru.
Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada anak agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Bahasa dan cara berfikir siswa berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir siswa.
Siswa-siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari siswa hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar siswa belajar sesuai tahap.
Di dalam kelas, siswa-siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
KRITIK TERHADAP TEORI BELAJAR KOGNITIF
Dalam sebuah teori tentunya terdapat pula kekurangan yang kurang mendukung teori tersebut, begitu pula halnya pada teori belajar kognitif ini. Beberapa kritik terhadap teori belajar kognitif antara lain:
Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah.
Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. Dari penjelasan diatas jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun mereka tangkap. Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal kosakata.
DAFTAR PUSTAKA
"http://www.rofayuliaazhar.com/teori-belajar-kognitif//" www.rofayuliaazhar.com/teori-belajar-kognitif//
pdfbit.com/teori-belajar-kognitif-pdf//
"https://www.google.co.id/search?q=makalah-teori-belajar-kognitif//" https://www.google.co.id/search?q=makalah-teori-belajar-kognitif//
Disusun oleh KELOMPOK 10:
Elsa Audia
Nur'Aini Zulfa 1407010114
Zhafira Riz G 1407010115
Ulfah Nur Faidah 1407010118
Feriza
Senin, 14 Desember 2015
19.28
1 comment
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
In this manner my colleague Wesley Virgin's report launches with this shocking and controversial video.
BalasHapusAs a matter of fact, Wesley was in the army-and soon after leaving-he unveiled hidden, "SELF MIND CONTROL" tactics that the CIA and others used to get anything they want.
THESE are the EXACT same tactics many celebrities (notably those who "became famous out of nowhere") and top business people used to become rich and famous.
You probably know how you only use 10% of your brain.
That's mostly because the majority of your brainpower is UNCONSCIOUS.
Maybe that conversation has even occurred IN YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head around 7 years ago, while driving a non-registered, garbage bucket of a car with a suspended license and with $3.20 on his banking card.
"I'm very fed up with living paycheck to paycheck! Why can't I become successful?"
You took part in those types of thoughts, ain't it so?
Your success story is going to happen. You need to start believing in YOURSELF.
UNLOCK YOUR SECRET BRAINPOWER