Senin, 14 Desember 2015

TEORI BELAJAR KOGNITIF

MAKALAH
PSIKOLOGI BELAJAR
TEORI BELAJAR KOGNITIF




Di susun oleh :
1.      Bagus Panuntun                                  (1407010071)
2.      Dennis Hermawan Pambudi               (1407010112)
3.      Irfan Ibnu Fathoni                              (1407010126)




Teori Belajar Kognitif
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Teori Belajar Yang Termasuk Kategori Teori Kognitif
1.      Teori Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
2.      Teori J. Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
3.      Teori Ausubel
Hakikat belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif tang telah dimiliki seseorang.

Tahap Perkembangan Piaget        
1.      Tahap Sensorimotorik (0-2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.
Ciri-ciri sensorimotorik :
a.       Berdasar pada suatu tindakan yang praktis
b.      Intelegensi bersifat aksi, bukan refleksi
c.       Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek
d.      Mengenai periode sensorimotor:
·         Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pada faktor lingkungan sosial dan kematangan fisik.
·         Urutan periode tetap
·         Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.

2.      Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya. Salah satu ciri praoperasional yaitu fungsi semiotik, antara lain :
·         Adanya imitasi tidak langsung, yaitu membuat imitasi yang secara tidak langsung dari bendanya sendiri. Contohnya seorang anak bermain masak-masakan / pasar-pasaran.
·         Permainan yang simbolis merupakan ungkapan diri anak, contohnya bermain mobil-mobilan dan balok-balok kecil.
·         Menggambar, Anak dapat menggambar realistis tetapi tidak proporsional. Contohnya, gambar rumah dan pepohonan tegak lurus di lereng pegunungan.
·         Mengetahui bentuk-bentuk dasar geometris seperti lingkaran, persegi, dll.
·         Bahasa ucapan. Anak mulai menggunakan suara dalam mempresentasikan benda atau kejadian.
·         Perkembangan bahasa sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan juga perkembangan kognitif anak.
·         Menurut Piaget, perkembangan bahasa merupakan transisi dari sifat egosentris ke interkomunikasi sosial.
3.      Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

4.      Tahap Operasi Formal (11 atau 12 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

Aplikasi Teori Belajar Kognitif
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.

  1. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
  2. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan hanya mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
  3. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
  4. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
  5. Belajar memahami akan lebih bermaknsa daripada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dandihubungkan dengan pengetahuan yang telahdimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa. Siswa-siswa akan belajar lebih baik lagi apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Di dalam kelas, siswa-siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajra siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

Karakteristik Teori Bruner
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan supaya pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Jerome S. Bruner yang disebut juga sebagai Bruner telah banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar
Jerome Bruner secaraekstensiftelahmenulistentang proses pemikiranmanusiadanbagaimanacarapemikirantersebutmuncul – danbagaimanacara yang seharusnyadialamiolehkemunculantersebut – selama proses instruksiberjalan. Tulisan-tulisannyatentangduniapendidikanmenunjukkankecendrunganfilisofis Piaget danmerupakanhartakarun yang penuhdengangagasan.meskipunpembuktianeksperimental yang ada di masing-masinggagasantidakmemilikitekanan yang cukupdibandingkandengan yang biasaterjadidalamdalamteori-teorikognitiflainnya.Teoribelajardariperkembanganpsikologipendidikandengantigaaliran (teoribehavioristik, teorikognitifdanteorihumanistik) yaitu: teoribelajardaripsikologibehavioristik, yang berpendapattingkahlakumanusiadikendalikanganjaran (reward) danpenguatan (reinforcement) darilingkungan. Dengandemikiandalamtingkahlakubelajarterdapatjalinan yang eratantarareaksi-reaksibehaviordenganslimulasi, teoribelajardaripsikologikognitif yang beranggapanbahwatingkahlakuseseorangselaludidasarkanpadakognisi, tindakanmengenalataumemikirkansituasidimanatingkahlakuituterjadi, jadikaumkognitifberpandangantingkahlakuseseoranglebihbergantungkepadapemahaman (insight) terhadaphubungan-hubungan yang ada di dalamsuatusituasi, teoritelajardaripsikologihumanistikmenekankanpadabagaimanaindividudipengaruhidandibimbingpribadi yang merekahubungkankepadapengalaman-pengalamanmerekasendiriataudengan kata lain pandanganiniberusahauntukmemahamiprilakuseseorangdarisudutperilaku( behaver). Bukandaripengamat (observer).
Teoribelajar Bruner dikenaldengantigatahapanbelajarnyayaitu, enaktif, ikonikdansimbolik.Padadasarnyasetiapindividupadawaktumengalamiataumengenalperistiwa yang ada di dalamlingkungannyadapatmenemukancarauntukmenyatakankembaliperistiwatersebut di dalampikirannya, yaitusuatu model mental tentangperistiwa yang dialaminya.

KARAKTER TEORI BRUNER
Bruner ternyatatidakmengambangkansuatuteoribelajar yang sistematis.Yang pentingbaginyaialahcara-carabagaimana orang memilih, mempertahankandanmentransformasikaninformasisecaraaktif, daninilahmenurutbrunerintidaribelajar.Olehkarenaitu Bruner memusatkanperhatiannyapadamasalahapa yang dilakukanmanusiadenganinformasi yang diterimanya, danapa yang dilakukannyasesudahmemperolehinformasi yang diskritituuntukmencapaipemahaman yang memberikankemampuanpadanya.
Jerome Bruner (1915), seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif, yang menjabat sebagai direktur pusat untuk studi kognitif di Harvard University. Teori Bruner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang belajar sebagaimana yang dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar pada manusia pengolah aktif terhadap informasi yang diterimanya untuk memperoleh Pemahaman.

TAHAP BELAJAR
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
  1. Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
  2. Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi)
  3. Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga tidak menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek-objek,  memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.



APLIKASI
Teori pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas (Freediscovery learning) atau penemuan yang dibimbing, atau latihan penemuan. Dengan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya yaitu; cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya,  perkembangan mental manusia dan pemikiran semasa proses pembelajaran, pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami susunan struktur pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif. Teori-teori tersebut dapat diaplikasikan dalam 10 cara sebagai berikut:
  1. Pembelajaran penemuan
  2. Pembelajaran melalui metode induktif
  3. Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep
  4. Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
  5. Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
  6. Melibatkan siswa
  7. Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
  8. Menggunakan alat bantu mengajar
  9. Pembelajaran melalui kajian luar
10.  Mengajar mengikuti kemampuan siswa
TEORI BELAJAR BERMAKNA DARI AUSUBEL
     Teori Belajar Ausubel
Proses belajarterjadibilasiswamampumengasimilasikanpengatahuan yang di milikidenganpengtahuanbaru. Psikologipendidikan yang diterapkanolehAusubeladalahbekerjauntukmencarihukumbelajar yang bermakna, berikutinikonsepbelajarbermakna David Ausubel.
JENIS BELAJAR
MenurutAusubeladaduajenisbelajar : (1) Belajarbermakna (meaningful learning) dan (2) belajarmenghafal (rote learning). Belajarbermaknaadalahsuatu proses belajar di manainformasibarudihubungkandenganstrukturpengertian yang sudahdipunyaiseseorang yang sedangbelajar. Sedangkanbelajarmenghafaladalahsiswaberusahamenerimadanmenguasaibahan yang diberikanoleh guru atau yang dibacatanpamakna.

Ausubelmenaruhperhatianbesarpadasiswa di sekolah, denganmemperhatikan/memberikantekanan-tekananpadaunsurkebermaknaandalambelajarmelaluibahasa (meaningful verbal learning).Kebermaknaandiartikansebagaikombinasidariinformasi verbal, konsep, kaidahdanprinsip, biladitinjaubersama-sama.Olehkarenaitubelajardenganprestasihafalansajatidakdianggapsebagaibelajarbermakna.Maka, menurutAusubelsupaya proses belajarsiswamenghasilkansesuatu yang bermakna, tidakharussiswamenemukansendirisemuanya. 
 Pemerolehaninformasimerupakantujuanpembelajaran yang pentingdandalamhal-haltertentudapatmengarahkan guru untukmenyampaikaninformasikepadasiswa. Dalamhalini guru bertanggungjawabuntukmengorganisasikandanmempresentasikanapa yang perludipelajariolehsiswa, sedangkanperansiswa di siniadalahmenguasai yang disampaikangurunya. Belajardikatakanmenjadibermakna (meaningful learning) yang dikemukakanolehAusubeladalahbilainformasi yang akandipelajaripesertadidikdisusunsesuaidenganstrukturkognitif yang dimilikipesertadidikitusehinggapesertadidikitumampumengaitkaninformasibarunyadenganstrukturkognitif yang dimilikinya.
Dua syarat untuk materi yang dipelajari di asimilasikandandihubungkandenganpengetahuan yang telahdipunyaisebelumnya.
a.       Materi yang secarapotensialbermaknadandipiliholeh guru danharussesuaidengan     tingkat    perkembangandanpengetahuanmasalalupesertadidik.
b.      Diberikandalamsituasibelajar yang bermakna, faktormotivasionalmemegangperanan   pentingdalamhalini, sebabpesertadidiktidakakanmengasimilasikanmateribarutersebutapabilamerekatidakmempunyaikeinginandanpengetahuanbagaimanamelakukannya. Sehinggahaliniperludiaturoleh guru, agar materitidakdipelajarisecarahafalan.

Faktor-faktorutama yang mempengaruhibelajarbermaknamenurutAusubeladalahstrukturkognitif yang ada, stabilitasdankejelasanpengetahuandalamsuatubidangstuditertentudanpadawaktutertentu.Seseorangbelajardenganmengasosiasikanfenomenabarukedalamskema yang telahiapunya. Dalamprosesnyasiswamengkonstruksiapa yang iapelajaridanditekankanpelajarmengasosiasikanpengalaman, fenomena,  danfakta-faktabarukedalam system pengertian yang telahdipunyainya.
Ausubelberpendapatbahwa guru harusdapatmengembangkanpotensikognitifsiswamelalui proses belajarbermakna. Mereka yang beradapadatingkatpendidikandasar, akanlebihbermanfaatjikasiswadiajakberaktivitas, dilibatkanlangsungdalamkegiatanpembelajaran. Sedangkanpadatingkatpendidikan yang lebihtinggi, akanlebihefektifjikamenggunakanpenjelasan, petakonsep, demonstrasi, diagram danilustrasi.
EmpattipebelajarmenurutAusubel, yaitu:
1.      Belajardenganpenemuan yang bermakna, yaitumengaitkanpengetahuan yang telahdimilikinyadenganmateripelajaran yang dipelajarinyaatausiswamenemukanpengetahuannyadariapa yang iapelajarikemudianpengetahuanbaruituiakaitkandenganpengetahuan yang sudahada.
2.       Belajardenganpenemuan yang tidakbermakna, yaitupelajaran yang dipelajariditemukansendiriolehsiswatanpamengaitkanpengetahuan yang telahdimilikinya, kemudiandiahafalkan.
3.      Belajarmenerima (ekspositori) yang bermakna, materipelajaran yang telahtersusunsecaralogisdisampaikankepadasiswasampaibentukakhir, kemudiapengetahuan yang baruitudikaitkandenganpengetahuan yang iamiliki.
4.       Belajarmenerima (ekspositori) yang tidakbermakna, yaitumateripelajaran yang telahtersusunsecaralogisdisampaikankepadasiswasampaibentukakhir, kemudiapengetahuan yang baruitudihafalkantanpamengaitkannyadenganpengetahuan yang iamiliki.
Berdasarkanuraian di atasmaka, belajarbermaknamenurutAusubeladalahsuatu proses belajar di manapesertadidikdapatmenghubungkaninformasibarudenganpengetahuan yang sudahdimilikinyadan agar pembelajaranbermakna, diperlukan 2 halyaknipilihanmateri yang bermaknasesuaitingkatpemahamandanpengetahuan yang dimilikisiswadansituasibelajar yang bermakna yang dipengaruhiolehmotivasi.
Dengandemikiankuncikeberhasilanbelajarterletakpadakebermaknaanbahan ajar yang diterimaatau yang dipelajariolehsiswa.Ausubeltidaksetujudenganpendapatbahwakegiatanbelajarpenemuan (discovery learning) lebihbermaknadaripadakegiatanbelajarpenerimaan (reception learning).Sehinggadenganceramahpun, asalkaninformasinyabermaknabagipesertadidik, apalagipenyajiannyasistematis, akandihasilkanbelajar yang baik.
KELEBIHAN BELAJAR BERMAKNA
Kelebihan teori belajar Ausubel antara lain :

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang bermakna tersebut. Jika kita mempelajari sesuatu dan dapat mengambil maknanya, sama artinya dengan kita telah mengetahui konsep dasar dari pelajaran yang diajarkan tersebut. Jadi jika kita dapat mengingatnya lebih lama.

2. Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses belajar mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip.

3. Informasi yang telah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih meninggalkan bekas, sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi pelajaran yang mirip walaupun telah lupa.


0 komentar:

Posting Komentar