Senin, 07 Desember 2015

“Aplikasi Teori Edward Lee Thorndike dalam Pembelajaran” KELOMPOK 1



BAB I
PENDAHULUAN
 Latar belakang
Masalah belajar adalah masalah yang selalu dihadapi oleh setiap orang. Belajar adalah dasar untuk memahami perilaku. Maka dari itu banyak ahli membahas dan menghasilkan berbagai teori tentang belajar. Dalam hal ini tidak dipertentangkan kebenaran setiap teori yang dihasilkan tetapi yang lebih penting adalah pemakaian teori-teori itu dalam  praktek kehidupan.
Sedangkan teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan perkembangannya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar, justru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar. Maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang sangat pesat. Didalam masa perkembangan psikologi pendidikan dijaman mutakkhir ini muncul lah secara beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan, masing-masing yaitu: Psikologi Behavioristik, Psikologi Kognitif, dan Psikologi Humanistik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Eksperimen dan Teori Belajar Edward Lee Thorndike
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil.
Setiap respon menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S → R → S1 → R1 →  dst

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
Hukum law of readiness (kesiapan), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme, belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan menggambar, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia akan merasa puas dan belajar dengan menggambar akan menghasilkan prestasi yang memuaskan.
a.       Masalah pertama, hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
b.   Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbul lah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
c.       Masalah ketiga, adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbul lah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
        Hukum law of exercise (latihan), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.
        Hukum law of effect (akibat), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah  jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

B.     Penerapan Teori Edward Lee Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasi teori Thorndike sebagai salah satu aliran psikologi tingkah laku dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Setiap pembelajaran yang berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan mengarah pada bertambahnya pengetahuan pada siswa. Penerapan yang sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
  1. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikuti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
  2. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang kontinu, hal ini dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap di ingat oleh siswa.
  3. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi dengan cara yang menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya bertahap, dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampu menyerap materi yang diberikan.
  4. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa mengingat materi terkait lebih lama.
  5. Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses harus bertahap dari yang sederhana hingga yang kompleks.
  6.  Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum baik harus segera diperbaiki.
  7. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh penghargaan eksternal dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
  8. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah dari sekolah.
  9.  Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon yang salah.
  10. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar Thorndike di sebut “Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “trial and error” dalam rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
Thorndike juga mengemukakan konsep transfer belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan  unsur-unsur pengetahuan yang telah dimiliki.

DAFTAR PUSATAKA


Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan Educational Psychology. Jakarta: Salemba Humanika.

Suryabrata, S. 1995. Psikologi Pendidikan. (online), https://www.academia.edu (diakses pada tanggal 6 Desember 2015).

Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan. (online), http://aristwn.staff.iainsalatiga.ac.id (diakses pada tanggal 6 Desember 2015).


KELOMPOK BELAJAR 1
KELAS 3B
Nunu                               (1407010065)
Elsa Audia                      (1407010067)
Anisa Nurul Khasanah   (1407010080) 
Dea Asri Oktiarini          (1407010091) 
Elfira Eka Aditama        (1407010094)
Lazuardi Rangga            (1407010111) 
Theresia Merista J.F       (1407010124) 
Khairin Setyo S.A          (1407010131) 


FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 

0 komentar:

Posting Komentar